Selasa, Januari 06, 2015

Selamat Ulang Tahun, Kamu...Pemilik 6 Januari

Selamat ulang tahun, Teman, pria yang sebenarnya ingin kuanggap lebih dari teman.

Di tengah batuk dan pilek yang menyikasaku, perempuan bodoh ini tak ingin mengungkapkan banyak hal, walaupun sebisa mungkin aku berusaha tidak menulis banyak hal tentangmu, tapi kuyakin tulisan ini akan terdiri dari beberapa paragraf. Yang isinya, tentu saja tak akan pernah terbaca olehmu.

Apa kabar kamu? Aku sudah lama tak mengikuti beritamu, tak lagi sibuk mencarimu, ataupun diam-diam mencuri kabarmu dari akun sosial media dan beberapa temanmu. Beberapa lama ini, aku sengaja tak memusingkan semua tentangmu, berusaha tak lagi candu akan kehadiranmu, dan tidak ingin tahu dengan siapa kamu menghabiskan sisa umurmu. Tapi, ya, seperti surat-suratku beberapa tahun yang lalu, kamu selalu berlabuh pada hati yang lain, yang tentu saja bukan aku sebagai dermaga pilihanmu.

Selamat ulang tahun, semoga tidak terlambat. Aku hanya ingin di umurmu yang semakin bertambah, kamu semakin tumbuh jadi pribadi yang menurut pada perkataan orangtua, mencintai adik perempuanmu, mengemban tanggung jawabmu sebagai seorang kakak, dan mampu menjaga hati perempuan yang sedang bersamamu saat ini.

Dua setengah tahun perkenalan kita, dan selama itu pun aku tak pernah berani untuk mengungkapkan yang sebenarnya kurasakan selama ini. Ada rasa sesak yang selalu menghantui, rasa takut kehilangan yang tak pernah kupahami. Tuh, kan, setiap membicarakanmu pasti aku galau lagi.

Aku tidak tahu, dua setengah tahun ini, kamu menjelma jadi apapun yang kutakutkan. Setiap melihatmu, ada bayang-bayang masa lalu yang selalu berusaha kulawan. Namun, semakin aku berlari menjauh, semakin sosokmu terasa dekat dan nyata. Mungkin, ini salahku yang jatuh cinta padamu, yang tak bisa menerima kenyataan bahwa kita memang tak bisa bersatu. 

Sejak bertemu denganmu, aku tak meminta banyak hal selain bisa terus dekat denganmu, meskipun harus jadi bayangan ataupun angin yang menyentuh rambut tebalmu. Aku bukan perempuan yang pandai menceritakan perasaanku padamu karena saat bertemu denganmu, aku layaknya patung yang tidak bisa menggerakan seluruh organ tubuhku, entah mengapa; kamu selalu tampak memesona meskipun kau mungkin tidak menyadari bahwa perempuan ini telah mencintaimu dengan sangat berani.

Sungguh, aku hanyalah perempuan yang takut kegelapan. Sementara dirimu adalah cahaya di ujung terowongan, yang sulit kugapai karena merasa kamu terlalu jauh. Kita pernah begitu dekat, namun kedekatan yang kupikir akan berlanjut itu berakhir seperti asap rokokmu, yang mengepul di udara, menghilang tanpa jejak, bergegas pergi tanpa pamit. Sosokmu adalah asap rokokmu yang hanya sesaat terlihat, lalu pergi tak membekas.

Sudah dua setengah tahun, dan aku tak punya alasan yang masuk akal untuk melupakanmu. 

Sudah dua setengah tahun, dan aku masih sangat mencintaimu, sedalam dulu, ketika pertama kali; kausebut namamu.

Selamat Ulang Tahun, Ksatriaku
Sebelum hari ini berubah jadi kemarin, aku hanya ingin mengucapkan rasa syukurku karena bisa mengenalmu sejauh ini, walaupun pada akhirnya kita tak saling berkenalan sejauh yang kuharapkan. Kepergianmu yang tanpa isyarat itu benar-benar membuatku seakan kehilangan udara. Aku yang sibuk mencari oksigen kebahagiaan seakan kausemburkan asap rokok penuh racun agar semakin merusak paru-paruku. Anehnya, meskipun kamu menyakitiku, aku tak pernah memilih untuk menjauhimu. Bodohkah aku? Ah, kamu tentu tahu, Ksatriaku, perempuan bodoh, yang sedang jatuh cinta, tak pernah memikirkan kebodohannya, ia hanya tahu yang ia sebut pengorbanan. Pengorbanan yang mungkin terbungkus secara gaib, pengorbanan yang mengatasnamakan; cinta.

Kamu semakin dewasa dan kuharap beberapa sikapmu bisa berubah. Meskipun mustahil bisa dekat denganmu lagi, meskipun hanya mimpi bisa kembali menggenggam jemarimu, aku hanya ingin berharap suatu hari nanti kau bisa berdiri sendiri, dengan kekuatanmu sendiri, dan aku di sini hanya bisa menatapmu dari jauh, menangis diam-diam, dan menyebut namamu dalam setiap doa panjangku. Tak ada yang lebih masuk akal saat ini, aku hanya bisa mendoakanmu dan berharap Tuhan masih ingin mengasihaniku hingga menarik tubuhmu yang begitu jauh agar segera mendekat ke arahku. Aku ini telah kau buat begitu gila, hingga aku tak tahu apakah sosokmu memang pantas diperjuangkan atau ditinggalkan saja seperti kamu dengan mudah meninggalkanku. Sayangnya, menjadi perempuan yang tega dengan orang yang sangat ia cintai bukanlah hal yang mudah. Dan, meninggalkanmu walau sesaat bukanlah hal gampang yang bisa kulakukan. 

Perasaan ini, Sayang, seperti letupan keras yang bersuara tapi tak bergema. Aku pernah ada, namun untuk selanjutnya aku tak jadi siapa-siapa untukmu. Sekarang, aku kembali jadi perempuan kesepian, yang menunggu ksatrianya pulang dari perang. Pernah aku ikhlas melepaskanmu dan hal itu membuatku menyesal sepanjang waktu, mengapa dulu tak kutahan saja kau pergi, agar aku tak kau sakiti begini?

Sayang, bukan aku ingin mengemis, sungguh kau tentu tahu. Aku perempuan yang takut untuk bicara, aku hanya bisa menumpahkan semua kekesalanku, kesakitanku, dan rasa bersalahku dalam tulisan. Aku tak tahu siapa yang salah dan aku tak ingin tahu apalagi menyalahkan siapa yang sesungguhnya harus bertanggung jawab atas semua perih yang kuterima. Tapi, aku mencoba tegar menghadapi ini semua, karena aku yang memilih untuk memperjuanganmu, aku yang memilih mencintaimu, aku yang memilih berdarah-darah untukmu.

Ngomong-ngomong selamat ulang tahun sekali lagi, maaf jika surat ini isinya hanya ingatan-ingatan bodoh yang mungkin telah kau lupakan. Aku cuma ingin kau paham, perempuan ini belum melupakanmu barang secuil pun. Kamu tetap yang pertama. Selalu yang pertama.

Selamat ulang tahun, pria pembawa tawa. Terima kasih telah singgah. Terima kasih pernah hadir. Terima kasih untuk banyak hal yang tidak cukup hanya sekadar dihargai dengan kata terima kasih.

Selamat ulang tahun, pria yang pernah dan selalu ada. Aku masih bertanya-tanya, jika benar ini cinta, apakah kau juga merasakan getaran yang sama?


   
                                                                       Dari Rischa-mu ;  
                                                                       yang selalu diam-diam
                                                                       mencintaimu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih atas kunjungannya...
mohon tinggalkan komentar ya....